Rabu, 17 September 2014

Kisah Sukses Merry Riana si Wanita Sejuta Dolar





(Foto: Merryriana.com)
Liputan6.com, Jakarta - Muda, cantik dan energik, itulah kesan yang timbul pertama kali melihat Merry Riana. Siapa yang tidak mengenal sosoknya? Namanya melejit di dunia internasional berkat kesuksesan meraup penghasilan satu juta dolar Amerika Serikat (AS) di usia 26 tahun.

Miliarder muda asal Jakarta ini begitu semangat saat berbagi cerita di hadapan ribuan orang tentang lika liku hidup di negeri tetangga hingga dapat mencapai puncak ketenaran seperti sekarang.

Merry, nama panggilan akrabnya, mengaku sangat bersyukur bisa mendulang keberhasilan di usia muda dengan uang satu juta dolar AS di tangan. Namun di balik itu semua, terselip kisah pahit yang sampai saat ini membekas di hati dan menjadi pengalaman paling berharga dalam menggapai kesuksesan.

"Saya tidak pernah menyangka bisa mendapat julukan wanita sejuta dolar. Banyak orang berasumsi bahwa saya dapat mengantongi satu juta dolar di usia 26 tahun karena keluarga yang kaya. Itu salah, karena saya bukan dari keluarga konglomerat, menikah dengan anak konglomerat atau menikah dengan konglomeratnya," urai dia saat ditemui di Djakarta Theater, Minggu (1/6/2014) malam.


Merry justru tinggal dan dibesarkan dalam sebuah keprihatinan. Berasal dari keluarga sederhana dengan kondisi keuangan pas-pasan, tak pernah terbersit sedikitpun dalam benaknya untuk melanjutkan sekolah di Singapura. Namun inilah titik awal dari perjalanan panjang Merry.

Memutar memori 16 tahun lalu, tepatnya di Mei 1998, Merry bercerita bahwa keluarganya terpaksa mengamankan dirinya dari peristiwa kerusuhan dan krisis moneter (krismon) yang melanda Indonesia. Saat itu, usianya baru menginjak 18 tahun dan berniat mengecap bangku kuliah di Universitas Trisakti, kampus di mana sang Ayah pernah mengajar.

"Karena orang tua khawatir, terutama soal pendidikan anaknya, maka mereka mengirim saya ke Singapura. Tidak pernah saya membayangkan bisa sekolah di luar negeri, karena tinggal saja di Tanjung Priok dekat Pasar Ular Plumpang yang keadaannya pas-pasan," terang dia.

Di Singapura, lanjutnya, dia harus kuliah dengan bantuan utang dari pemerintah setempat. Pada saat itu, pemerintah Singapura memberi uluran bantuan kepada beberapa pelajar di Jakarta yang memiliki prestasi cukup baik.

"Utang saya untuk biaya kuliah mencapai lebih dari 4.000 Dolar Singapura atau setara dengan lebih dari Rp 400 juta. Tapi itulah yang saya hargai dari perjuangan orang tua," ucap dia.

Akhirnya dengan pinjaman tersebut, kata Merry, dirinya lolos dan diterima di Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Kampus yang begitu megah dan indah. Namun sayang, Merry harus merasakan hidup serba kekurangan di negeri orang. Mahasiswi ini harus bertahan dengan uang 10 Dolar Singapura atau Rp 90 ribu setiap minggunya.

"Di Singapura cuma hidup dengan uang Rp 90 ribu, makanya kadang puasa makan atau makan pakai mie instan selama bertahun-tahun. Kuliah bawa bekal sepotong roti tawar dan itupun makannya di toilet biar nggak ada satupun yang lihat," ujarnya.

Di tengah perjalanan hidupnya, dia mengaku sempat marah dan kecewa pada Tuhan. Merry harus menghadapi cobaan yang bertubi-tubi seorang diri tanpa keluarga di sampingnya. Beruntung, keputusasaan itu hanya sesaat. Dia akhirnya mampu bangkit dengan tiga hal yang menjadi kekuatan Merry untuk lepas dari kondisi tersebut.

1. Vision atau berani bermimpi besar

Mimpi besar untuk mengubah hidup muncul saat Merry berusia 20 tahun. Saat itu hatinya seolah ingin mendobrak segala hambatan di depan.

"Saya sudah bosan hidup susah, saya harus bisa berubah. Saya berhenti menyalahkan keadaan dan bermimpi sebelum usia 30 tahun, saya harus sudah punya kebebasan finansial, membayar utang, membahagiakan orang tua dan saat kembali ke Indonesia harus jadi orang sukses," harap dia.

2. Action

Mimpi menjadi kekuatan besar supaya setiap orang berjuang demi mewujudkan mimpi tersebut. Dengan bekal keyakinan hati, Merry melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil yang banyak diremehkan orang lain. Dia pernah melakoni pekerjaan sebagai pembagi brosur, penjual bunga.

"Disitulah kita diuji dengan celaan dan remehan. Tapi saya tetap berjiwa besar, hingga akhirnya memberanikan diri memulai usaha di jasa keuangan dan berjualan di halte bus, stasiun MRT. Saya bekerja 14 jam selama tujuh hari non stop," terang Merry.

3. Passion

Pekerjaan yang dilakukan dengan cinta dan sungguh-sungguh, maka akan berbuah manis. Inilah yang membawa Merry mengecap kesuksesan sebagai salah seorang miliarder. "Dan setelah 16 tahun saya di Singapura, saya memutuskan untuk menetap kembali di Indonesia berbagi ilmu karena itulah yang akan membuat hidup lebih berarti," tutup Merry yang kini aktif sebagai motivator

https://widyanugraha.files.wordpress.com/2013/03/motivasi-copy.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar